Selasa, 29 Mei 2012

Pengertian hikayat
Hikayat adalah salah satu bentuk sastra prosa terutama dalam bahasa Melayu yang berisikan tentang kisah, cerita dan dongeng. Umumnya mengisahkan tentang kehebatan maupun kepahlawanan seseorang lengkap dengan keanehan, kesaktian, serta mukjizat tokoh utama.
Ciri-ciri hikayat
a.    sebagai suatu jenis sastra, hikayat memiliki cara tersendiri dalam menampilkan realitas kehidupan
b.    sebagai sebuah karangan hikayat bermediakan bahasa Melayu
c.    berhubung pada dasarnya hal yang diungkapkan pengarang disampaikan dengan jelas menceritakan, meriwayatkan, dan mendorongkan, maka jenis karangan yang digunakan adalah narasi.
d.    dilandasi oleh adanya unsur cerita/dongeng. maka hikayat berkesan rekaan/fiksional
e.    hikayat umumnya bermotifkan keajaiban dan kesaktian.
f.    bentuk karangan yang digunakan adalah prosa
g.    isi cerita berkisar pada tokoh raja dan keluarganya (istana sentries)
Unsur intrinsik hikayat
Tokoh
    Tokoh termasuk unsur cerita yang sangat penting. Tidak ada cerita tanpa tokoh. Tokoh-tokoh dalam cerita bersifat unik, tokoh yang satu berbeda dengan yang lainnya. Tokoh lazim pula disebut pelaku cerita. Tokoh biasanya berwujud manusia, tetapi dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan.
    Sumardjo (dalam Wahid, 2004:76) mengatakan melalui tokoh, pembaca dapat mengikuti jalannya cerita dan mengalami berbagai pengalaman batin seperi yang dialami tokoh cerita.
Zulfahnur (1996/1997:29) menjelaskan bahwa berdasarkan fungsi penampilanya, tokoh dalam cerita dibedakan menjadi tiga, yaitu tokoh protagonis, antagonis, dan trigonis. Protagonis adalah tokoh yang diharapkan berfungsi menarik simpatik dan empati pembaca. Antagonis atau tokoh lawan adalah pelaku dalam cerita yang berfungsi sebagai penantang utama dari tokoh protagonis. Tritagonis adalah tokoh yang berpihak pada protagonis atau berpiihak pada antagonis atau berfungsi sebagai penengah tokoh-tokoh itu.
    Baik tokoh protagonis maupun antagonis biasanya menjadi fokus cerita. Tokoh yang menjadi fokus ini biasanya disebut tokoh utama.
Tema
Menurut Surana (2002:56) tema adalah pokok permasalahan suatu cerita yang terus menerus dibicarakan sepanjang cerita. Pengarang sendiri tidak menyebutkan apa yang menjadi latar belakang atau tema ceritanya, tetapi dapat kita ketahui setelah kita membaca cerita itu secara keseluruhan. Dengan kata lain titik tolak sebuah cerita merupakan sebuah yang tersirat bukan tersurat. Pengarang hendak menyajikan suatu cerita ialah hendak mengemukakan suatu gagasan, ide atau pikiran utama yang mendasari sebuah karya sastra itu yang disebut tema.
Amanat
    Amanat dapat diartikan sebagai pesan berupa ide, gagasan, ajaran moral dan nilai-nilai kemanusiaan yang ingin disampaikan atau dikemukakan pengarang lewat cerita. Amanat pengarang ini dapat secara implisit dan eksplisit di dalam karya sastra implisit misalnya disiratkan dalam tingkah laku tokoh-tokoh cerita. Sedangkan eksplisit, bila dalam tengah atau akhir cerita pengarang menyampaikan pesan-pesan, nasihat pemikiran dan sebagainya (Zulfahnur, 1996:25-26).
    Sehubungan dengan hal tersebut diatas, Sudjiman (1988:57) mengemukakan bahwa amanat adalah ajaran moral atau pesan yang disampaikan oleh pengarang. Sedangkan Esten (1995:91) berpendapat bahwa amanat adalah pemecahan dan jalan keluar yang diberikan pengarang didalam sebuah karya sastra terhadap semua yang dikemukakan.
    Berdasarkan pandangan tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa jika permasalahan yang diajukan dalam cerita juga diberikan jalan keluarnya oleh pengarang maka jalan keluarnya itulah yang disebut amanat.
Latar
    Unsur fiksi yang menunjukan dimana dan kapan kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung disebut latar. Adapula yang menyebutkan landasan tumpu, yakni lingkungan tempat peristiwa terjadi. Latar secara garis besar dapat dikategorikan dalam tiga bagian yakni latar tempat, yang berkaitan dengan geografis, latar waktu yang berkaitan dengan masalah historis dan latar sosial yang berkaitan dengan kemasyarakatan.
Abrams dalam Nurgiantoro (1995:216) mengemukakan bahwa latar adalah landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan hubungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Dapat dikatakan bahwa latar-latar tersebut sebagai ruangan atau tempat tokoh-tokoh melandaskan laku dan alasan psikologi pertumbuhan tokoh.
Menurut Sudjiman (1986:64) secara sederhana dapat dikatakan bahwa segala keterangan, petunjuk pengacauan yang berkaitan dengan waktu ruang dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra membangun latar cerita. Selanjutnya dijelaskan bahwa latar dapat dibedakan menjadi latar sosial dan latar fisik/ materi, kelompok sosial dan sifat, adab kebiasaan, cara hidup, bahasa dan lain-lain. yang melatari peristiwa. Adapun yang dimaksud dengan latar fisiknya, yaitu bangunan, daerah dan sebagainya. Latar fisik yang menimbulkan dugaan atau tautan pikiran tertentu disebut latar spiritual.
Menurut Semi (1988:46) latar dalam prosa fiksi termasuk hikayat dibedakan menjadi empat macam yaitu:
1.    Latar alam di dalamnya dilukiskan perihal lokasi atau tempat peristiwa dalam ruang alam itu.
2.    Latar waktu, yaitu latar yang melukiskan kapan peristiwa itu terjadi, pada tahun berapa, pada musim apa, jam berapa, senja hari, tengah hari, malam hari, akhir bulan, dan sebagainya.
3.    Latar sosial, yaitu yang melukiskan dalam lingkungan sosial mana peristiwa itu terjadi, lingkungan para buru pabrik, lingkungan nelayan dan sebagaina.
4.    Latar ruang, yaitu latar yang melikiskan dalam ruangan yang bagaimana peristiwa itu berlangsung, didalam kamar, dalam aula dan sebagainya.
Alur
    Menurut Surana (2002:54) didalam sebuah cerita rekaan berbagai peristiwa disajikan dengan urutan tertentu. Peristiwa yang diurutkan itu membangun bidang punggung cerita yaitu alur.
Menurut Laniampe dan Sumiman (2001:35) bahwa sebuah peristiwa akan menjadi penyebab atau akibat dari peristiwa yang lain yang pada akhirnya akan berhubungan tanpa ada peristiwa yang terlepas. Hubungan antara satu peristiwa atau sekelompok peristiwa dengan peristiwa yang lain inilah yang disebut plot. Hal ini sejalan dengan pandangan Staton (Nurgiantoro, 1995:133) bahwa alur adalah cerita berisikan urutan kejadian, namun setiap kejadian itu hanya dihubungkan sebab akibat. Peristiwa satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Karena alur dibangun berdasarkan hubungan sebab akibat, maka alur tidak dapat berdiri sendiri. Alur selalu berhubungan dengan elemen lainnya, seperti watak, tokoh, setting, tema dan konflik.
    Berdasarkan pandangan-pandangan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa alur adalah struktur penceritaan prosa fiksi yang di dalamnya berisi rangkaian kejadian peristiwa yang disusun berdasarkan hokum sebab akibat (kausalitas) serta logis.
Sudut Pandang
    Menurut Lubbock (dalam Sudjiman, 1965:75) mengatakan bahwa sudut pandang mengandung arti hubungan diantara tempat penderita berdiri dan ceritanya. Didalam atau di luar cerita. Hubungan ini ada dua macam, yaitu hubungan pencerita diaan dengan ceritanya, dan hubungan pencerita akuan dengan ceritanya. Hudson mengemukakan istilah point of view dengan arti pikiran atau pandangan pengarang yang dijalin dalam karyanya. Sudut pandang dalam kesusastraan terdiri atas:
1.    Sudut pandang fisik, yaitu posisi didalam waktu dan ruang yang digunakan pengarang di dalam pendekatan materi cerita;
2.    Sudut pandang mental, yaitu perasaan sikap pengarang terhadap masalah didalam cerita;
3.    Sudut pandang pribadi, yaitu hubungan yang dipilih pengarang di dalam membawakan materi, sebagai orang kedua, atau orang ketiga.

Menurut Surana (2002:51) sudut pandang terbagi atas:
a.    Cara orang pertama. Pengarangnya memakai istilah “aku”atau”saya”. Dalam hal ini pengarang sendiri menjadi tokoh didalam cerita. Pengarang tidak selalu menjadi tokoh utama tetapi ia hanya memegang peranan kecil, ia hanya sekedar pencerita tentang tokoh utama.
b.    Cara orang ketiga. Disini pengarang memakai istilah “ia”atau”dia” atau memakai nama orang. Pengarang berdiri di luar pagar seolah-olah dia dalang yang menceritakan pelaku-pelakunya. Dari cara ketiga ini, pengarang dapat bersikap menceritakan apa perbuatan tokoh-tokoh dalam cerita sedang ia tidak tahu pikiran dan perasaan mereka. Sikap kedua pengarang menceritakan tokoh-tokohnya, dan mengetahui jalan perasaan dan pikiran tokoh-tokoh cerita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar